Mengisap peluang bisnis lintah kering di pasar ekspor

Iklim tropis Indonesia memberi keuntungan bagi budidaya lintah. Tak hanya untuk sarana terapi kesehatan, lintah kering pun laku sebagai bahan baku kosmetik. Pasar terbesarnya di China dan Korea Selatan. Di dua negara tersebut, tersedia teknologi pengolahan lintah kering untuk bahan baku produk kosmetik.

Masyarakat Indonesia mengenal lintah sebagai hewan penghisap darah untuk terapi kesehatan. Padahal, lintah juga berguna untuk kecantikan. Makanya, Midin Muhidin sejak awal 2010 mengembangkan bisnis budidaya lintah untuk bahan baku produk kecantikan PT Enha Internasional.

Dalam sebulan, pria asal Depok, Jawa Barat ini mengekspor lintah kering ke Korea Selatan dan China hingga 500 kilogram (kg). Dengan harga Rp 3,5 juta per kg, ia meraup omzet hingga Rp 1,75 miliar per bulan.

Di kedua negara itu, lintah kering diproses menjadi tepung untuk bahan baku produk kosmetik. “Di Indonesia belum ada teknologinya,” ungkap Midin yang mengklaim sebagai satu-satunya pemain lintah kering.

Menurut Midin, Korea Selatan dan China mengimpor lintah kering dari Indonesia karena lintah di kedua negara ini tidak begitu banyak. Selain itu, “Kualitasnya kurang baik,” ujar dia. Lintah asal Eropa hanya bisa berkembang saat musim panas dan dingin saja.

Sementara, di Indonesia, kondisi lembab disertai curah hujan yang cukup stabil membuat lintah sangat nyaman tumbuh. Faktor iklim negara kita yang tropis jelas membuat kualitas lintah sangat unggul dibandingkan dengan negara lain.

Awalnya, Midin hanya mengembangkan lintah untuk terapi kesehatan. Setelah memperdalam dan mencari tahu informasi tentang lintah, ia akhirnya tahu bahwa lintah juga bisa menjadi bahan baku produk kosmetik. Pasar utamanya di luar negeri karena di Indonesia masih jarang. Jadi, “Ini sungguh bisnis yang sangat menjanjikan,” katanya.

Midin pun mulai lebih serius membudidayakan lintah. Mula-mula, ia membeli 200 lintah dari petani di Bogor, Jawa Barat. “Mengembangkan lintah cukup mudah asalkan kita telaten dan memperhatikan kondisi lingkungan saja,” ujar Midin.

Lintah termasuk hewan hermaprodit yang punya dua alat kelamin: jantan dan betina. Satu lintah dewasa umumnya bisa menghasilkan 5 hingga 6 kepompong per tahun. Sedangkan, satu kepompong bisa memproduksi 5 sampai 15 anak lintah. Jadi, selama setahun seekor lintah bisa menghasilkan 60 anak lintah.

Lintah akan tumbuh dengan baik pada iklim tropis dengan kelembapan 30% dan tingkat keasaman netral 5-7. Binatang ini bisa langsung dijemur di bawah terik matahari selama satu hari hingga kering ketika sudah berumur enam bulan.

Saat ini, Midin telah memiliki 500.000 ekor lintah di Depok dengan luas lahan 1.850 meter persegi. Ia juga sedang menjajaki kemungkinan untuk budidaya di Sukabumi seluas 12 hektare.

Midin juga membina sekitar 50 petani yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Lombok dan Bali. Tiap petani menjual 10 hingga 50 kg lintah kering per bulan kepada Midin.

Source : http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluang%20usaha/56587/Mengisap-peluang-bisnis-lintah-kering-di-pasar-ekspor